Sekali lagi saya mendapat 2 buah komentar dari pengunjung blog ini yang pertama bernama Drs. H. H. Toms, M.Si, di komentar ini beliau menguraikan cukup rinci mengenai dosa-dosa IPDN, adapun dosa-dosa itu adalah:
Keberadaan Fakultas dan Jurusan (Manajemen dan Politik) di IPDN juga justru menambah buruk institusi. Hampir semua pekerjaan unit-unit, bagian dan bidang diambil alih atau kalo boleh menyebut DIRAMPOK oleh Fakultas. Banyak pegawai menganggur karena pekerjaan tersentralisasi pada Fakultas. Ironisnya, Fakultas tempat menampung para penjahat, buangan daerah, tidak kompeten.
1. Menurut informasi. Pernah kejadian, anggaran praktek lapangan yang berada di bagian lain sebesar Rp. 1 milyar diminta oleh fakultas untuk pelaksanaan kegiatan PPL Muda Praja di Kabupaten Sukabumi. Padahal Bagian yang berwenang tsb katanya sudah ekspos di depan Bupati tinggal dilaksanakan, tapi karena diminta fakultas akhirnya bagian tsb mengalah.
2. Banyak dosen dan pelatih tidak kebagian jatah mengajar dan melatih karena diambil oleh orang2 fakultas. Bayangkan dalam 1 semester, masing-masing dosen dan pelatih di pakultas mendapat jatah 9 kelas??
Dimungkinkan ini terjadi karena orang2 fakultas tidak laku di luar atau mungkin takut kalah bersaing dengan kolega di unpad, unpas, uninus, unwim dsb (tidak usah menyebut ITB.. terlalu tinggi)!
3. Dekan tidak pernah berkoordinasi dengan Purek I tapi justru potong kompas! Akibatnya, kurikulum tiap bulan berganti, mata kuliah aneh-aneh.
4. Penghasilan orang2 fakultas jauh berada di atas orang2 unit2 lain.
5. Mungkin fakultas overload pekerjaan, tapi coba tengok unit2 lain. Banyak pegawai yang datang hanya bengong… baca koran…. terus pulang.
Bayangkan gimana seorang pegawai golongan 2 mau beli susu buat anaknya kalo gajinya kecil Cuma gara2 keberadaan pakultas!?? Kasian. Dholim bener.
Ini menjadi kewajiban Rektor beserta para PR. Mampu tidak menyelesaikan permasalahan ini??
Mudah2an jangan seperti JK!
Harus diakui…. IPDN pasca meninggalnya Cliff Muntu semakin buruk!!
Tindakan yang perlu dilakukan :
1. Hapus keberadaan fakultas yang justru memperburuk citra IPDN. Tidak ada nilai tambah sama sekali karena justru menurunkan kualitas Praja.
2. Ganti pejabat2 yang “money oriented” dengan individu2 yang kompeten. Kalau pimpinan mau, masih banyak kok org2 di IPDN yang baik2.
Itu saja dulu…. Mampu gak rektor melakukan ini?????
Kemudian, satu lagi komentar datang dari pria bernama Yousa yang dengan berani menguraikan apa yang sebenarnya terjadi di IPDN, berikut rinciannya:
Memang persoalan IPDN sangat kompleks…. Sebagai sebuah institusi, maka IPDN merupakan bagian integral dari Depdagri. Oleh sebab itu HITAM PUTIHNYA IPDN sebenarnya sangat ditentukan oleh KEBIJAKAN dari Depdagri.. bukan oleh IPDN sendiri karena IPDN hanya melaksanakan perintah.
Berbagai kebobrokan yang melanda IPDN saat ini bukan murni kesalahan IPDN tapi kehendak pejabat-pejabat Depdagri yang SENGAJA menjadikan IPDN sebagai ATM Depdagri (itu kasarnya).
Mari kita urai benang kusut itu satu persatu :
1. Penunjukan pejabat struktural di IPDN SANGAT-SANGAT TIDAK BERKUALITAS karena promosi, mutasi dan penggantian pejabat lewat TENDER (siapa berani membayar tinggi maka dia diangkat) maka lahirlah orang2 semacam KS (Kabag), AI, TOM, DR, AM, dan masih banyak lagi.
Mekanisme penunjukan rektor juga tidak secara terbuka. Rektor ditunjuk langsung oleh Mendagri, bukan seperti perguruan tinggi lain yaitu pemilihan oleh sivitas. Akibatnya seperti telah diduga… rektor kurang mampu mengendalikan sivitas karena memang kapabilitasnya RENDAH. Dampaknya, kegagalan-kegagalan Ketua STPDN/rektor IPDN sejak jaman Sutrisno, Nyoman, J. Kaloh karena ybs tidak mempunyai kompetensi yang memadai.
Rektor sekarang Prof. N, sama saja. Tidak jauh beda dengan pendahulunya. Miskin inovasi, kurang kompetensi, tidak merakyat, terlalu sibuk memikirkan diri sendiri.
Banyak alumni dari APDN yang sebenarnya kompeten dan sekarang masih mengabdi di IPDN dan Depdagri tapi karena KURANG PENDEKATAN, KURANG AMUNISI maka terpinggirkan.
Berbagai pihak di kalangan internal mengakui dan BERHARAP bila sosok-sosok seperti Dr. MSi, Prof. Dr. S, Prof. T, Prof. D diberikan kesempatan untuk memimpin IPDN ke depan dipastikan banyak perubahan positif.
2. Maraknya dosen, pelatih dan pengasuh yang TUKANG RENTE diakibatkan BUKAN karena ybs TIDAK LAKU tapi paska meninggalnya Wahyu Hidayat, 2003 segala macam akses keluar IPDN SENGAJA DITUTUP oleh Depdagri. Dosen, pengasuh dan pelatih tidak diperkenankan untuk melakukan tridharma perguruan tinggi atau kerjasama dengan Daerah seperti penelitian, seminar dan workshop (istilahnya tidak boleh mencari uang keluar). Akses internet Situs/website STPDN.ac.id dan IPDN.ac.id diblokir agar informasi dari luar tidak MENCEMARI IPDN.
3. Pola rekrurmen Pengasuh yang notabene wadah pembentuk akhlak, kepribadian, kedisiplinan dan mental kerohanian SUDAH SEJAK LAMA dibumbui bau tidak sedap. Tidak ada standar baku standar perekrutan pengasuh.. kompetensi yang dibutuhkan seperti apa? Pendidikannya apa?
Kesalahan pokok bidang pengasuhan terletak pada SISTEM… bukan pada orang. Dengan sistem yang bagus akan mampu melahirkan individu yang kompeten. Tidak seperti sekarang ini, tidak ada mekanisme rekrutmen yang jelas, hanya ditawarkan kepada pemda tapi tidak melalui serangkaian uji seperti layaknya uji pada calon dosen.
Alumni terbaik 10 terbaik bisa direkomendasikan untuk diangkat menjadi pengasuh, tentunya harus disertai dengan reward yang memadai. Bukan seperti jamannya Sutrisno, dimana alumni terbaik direkrut justru dicampakkan begitu saja.
Kondisi pengasuhan saat ini yang terdapat GAP antara alumni dan non alumni sangat mengkhawatirkan. Pengasuh asalnya darimana pun harus kompak jangan memandang status. Terkini, pengasuh alumni IPDN sendiri juga tidak lebih baik dari non alumni. Terbukti pelanggaran-pelanggaran oleh pengasuh justru lebih banyak dilakukan oleh pengasuh alumni IPDN.
sumber:
http://dionbarus.wordpress.com/2009/03/23/daftar-dosa-dosa-ipdn-yang-tabu-dibicarakan-bagian-ii/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar